Demo menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata benar terjadi dan diikuti oleh ribuan massa, sipil, maupun mahasiswa. Demo yang berlangsung di berbagai daerah pada Senin (23/9/2019) dan Selasa (24/9/2019) bahkan berujung ricuh, massa terlibat bentrok fisik dengan aparat keamanan.
Hingga Rabu (25//9/2019) dini hari, menurut laporan yang diturunkan media Kompas, 232 orang menjadi korban dari aksi demonstrasi yang berlangsung di berbagai kota besar di Jakarta, Bandung, dan hingga Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan. Tak hanya mahasiswa saja yang terluka, sejumlah wartawan, masyarakat sipil, dan aparat keamanan juga turut menjadi korban.
Ketua DPR Bambang Soesatyo, atau akrab disapa Bamsoet, menyatakan bahwa pihaknya sudah memenuhi tuntutan massa untuk menunda pengesahan sejumlah RUU, salah satunya RKUHP. Ia merasa tidak perlu ada lagi aksi lanjutan dalam waktu dekat.
Yang menarik perhatian publik, politisi senior Golkar yang dikabarkan akan maju menjadi Golkar-1 itu juga menyatakan, dirinya telah mendapat laporan bahwa mahasiswa tidak terlibat dalam kerusuhan dan perusakan sejumlah fasilitas saat demonstrasi menolak RKUHP dan sejumlah RUU lain di kawasan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Untuk diketahui, demonstrasi berakhir ricuh hingga tengah malam di sejumlah titik di sekitar Gedung Parlemen.
“Saya baru menerima laporan tadi malam bahwa yang membuat kerusuhan dan kerusakan bukan mahasiswa,” ujar Bamsoet di RS Pelni, Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Bamsoet mengatakan, sejumlah anggota Badan Eksekutif Mahasiswa melaporkan bahwa massa yang rusuh dan melakukan perusakan bukan mahasiswa. Ia menyebut mahasiwa sudah ditarik pergi dari lokasi ketika situasi memanas. Pertanyaan susulan pun mengemuka, jika bukan mahasiswa, lalu siapa? Kepada media, Bamsoet menolak berspekulasi lebih jauh.
Di sisi lain, di tengah masyarakat mengemuka isu bahwa demonstrasi mahasiswa adalah bentuk people power untuk menggagalkan pelantikan Jokowi. Kenapa bisa muncul spekulasi seperti itu? Tak lain tanda berupa kemunculan tulisan-tulisan di jagat media sosial seperti facebook dan twitter. Di Twitter, tagar #TurunkanJokowi terus mengemuka.
Menanggapi hal ini, pernyataan tegas datang dari perwakilan mahasiswa. Mereka menilai, tagar turunkan Jokowi merupakan perbuatan pihak-pihak yang ingin mengail di air keruh. “Sebenarnya kita juga sangat menyayangkan ketika elite-elite politik justru menunggangi dan mengambil kesempatan dari mahasiswa,” kata Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti, Dinno Ardiansyah, kepada wartawan, Rabu (25/9/2019).
Dia menjelaskan, demo mahasiswa Universitas Trisakti, begitu juga mahasiswa dari universitas lainnya pada Selasa (24/9/2019) bukanlah bertujuan melengserkan Jokowi, melainkan fokus menolak RUU yang kontroversial, serta menolak UU KPK yang kadung disahkan itu. “Jelas, substansi yang kita permasalahkan dari awal adalah masalah di RUU, bukan melengserkan atau menurunkan Jokowi,” tutur Dinno.
Apakah benar aksi mahasiswa itu ada yang menunggangi? Tak ada yang tahu secara pasti. Namun, analisis menarik datang dari Analis media sosial Drone Emprit and Kernels Indonesia, Ismail Fahmi. Praktisi IT ini menjelaskan pemain tagar #TurunkanJokowi di Twitter bukanlah pihak mahasiswa demonstran.
“Mereka adalah top influencers,” kata analis media sosial Drone Emprit and Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, kepada wartawan, Rabu (25/9/2019). Ismail mengunggah daftar top influencers yang menggemakan tagar #TurunkanJokowi di Twitter. Ada @candraidw_md, @opposite6890, @localhost911, @do_ra_dong, @aisyadiaa, @3Ent0w1j4yA, dan @helmifelis.
Berdasarkan penelusuran detikcom terhadap akun-akun itu, terdapat beberapa kejanggalan. Akun @candraidw_md pagi ini menampilkan keterangan bahwa akun ini tak ada lagi. Akun @opposite6890 memang menggemakan tagar itu dan mengunggah video-video peristiwa demo. Akun ini mencuit pertama pada 27 Agustus 2018 menggemakan tagar #2019gantipresiden.
Akun @localhost911 menggemakan berbagai tagar misalnya #RezimPanikHarga2Naik, #MahasiswaMemanggilAlumni212, #KamiBersamaKetumFPI, dan juga #Save_WhiteBaret pada 4 September 2019 alias awal cuitan akun ini. Akun @do_ra_dong dahulu juga mencuitkan #UASdukungPrabowo pada 11 April lalu dan #PutihkanJakarta pada 5 April lalu. Akun itu pertama kali melakukan cuitan pada 27 Desember 2018.
Lalu, apakah dengan temuan tersebut, telah sahih dikatakan bahwa demonstrasi mahasiswa pun disusupi oleh para “barisan sakit hati” pascapilpres 2019? Jelas semuanya masih sangat sumir untuk disimpulkan.
Gerindra sebagai partai utama pengusung oposisi malah memainkan langkah politik yang cantik. Rencana putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming untuk maju dalam pemilihan Wali Kota Solo ditanggapi positif Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono. Ia dengan bersemangat mengaku telah meminta partainya mendukung Gibran.
“Gibran putra sulung Presiden Jokowi akan maju sebagai Wali Kota Solo, saya akan minta Gerindra mendukung Gibran sebagai calon Wali Kota Solo nanti,” kata Arief kepada wartawan, Selasa (24/9/2019).
Menurutnya, Gibran adalah anak muda yang punya kemampuan luar biasa. Dia melihat Gibran merupakan pengusaha muda sukses yang bisa mengangkat kuliner tradisional menjadi sebuah usaha. Baginya, hal itu merupakan prestasi tinggi. “Gibran merupakan anak muda yang berhasil dan sukses serta ulet, itu sangat diperlukan untuk kepimpinan masa depan Indonesia,” ucapnya.
Apalagi, pintu Gibran untuk diusung oleh partai utama pendukung ayahnya, PDIP, telah tertutup. Ketua DPC PDIP, FX Hadi Rudyatmo, mengatakan kepada media bahwa partainya telah menutup pintu untuk Gibran. Bos Markobar itu diminta untuk maju bertarung dalam pilkada Solo pada 2024.
“Sudah tidak ada kesempatan karena sudah tutup. Kita enggak buka pendaftaran, tetapi ini penugasan partai kok,” kata dia di sela-sela pelantikan pimpinan DPRD Solo, Senin (23/9/2019). DPC PDIP Solo telah mengusung pasangan Achmad Purnomo-Teguh Prakosa yang merupakan hasil penjaringan partai.
Jadi, apakah dengan aksi dukung mendukung antara dua pihak yang berseberangan politik ini, sudah jadi bukti sahih, kerusuhan yang terjadi jauh dari kepentingan elite? Tak ada yang berani mengkonfirmasi. Namun yang jelas, demonstrasi masih terus berlangsung hingga hari ini.