Pascapemilu 2019 berbagai partai pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin diketahui publik saling mengklaim kemenangan. Sasarannya tak lain sebanyak mungkin kursi kabinet ada di tangan.
Yang menarik adalah munculnya pilihan bagi Jokowi untuk membuat poros bagi dirinya sendiri, dengan mengandalkan kekuatan politik dan sosial yang dimiliki ormas Islam terbesar, Nahdlatul Ulama (NU). Keberadaan Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden berpeluang mewujudkan kemungkinan itu.
Mengapa Jokowi butuh NU? Tak lain karena pada periode kedua inilah periode terakhir bagi Jokowi untuk menjadi RI-1. Tidak di pemilu 2029 ataupun 2034. Sebagai perisai pengaman, Jokowi lebih membutuhkan legitimasi moral dibandingkan dengan faktor lainnya, termasuk terkait dengan kinerja.
Kebutuhan dukungan dan masuknya NU ke kabinet begitu mendesak. Tak lain karena Jokowi ditengarai akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan ekonomi tidak populer, mulai dari kenaikan harga BBM, gas eceran, hingga tarif listrik.
Benarkah Jokowi akan melakukan memenuhi kabinetnya dari unsur NU yang tersebar di berbagai partai politik? Tanda yang paling kentara oleh publik adalah serangan gencar terhadap kader-kader NU yang sebelumnya ada di lingkar dalam istana, seperti Menteri Agama, Lukman Hakim Saifudin, serta Romahurmuzy.
Mengapa NU begitu percaya diri? Atau mengapa sampai ada analisis bahwa NU akan begitu percaya diri? Tak lain karena kontribusi tokoh dan warga NU dalam pilpres 2019, yang menjadi salah satu faktor kemenangan Jokowi-Ma’ruf.
Apalagi, selain terkait kinerja, serangan Jokowi paling hebat di masa pilpres tersebut adalah yang berkaitan dengan agama. Dan NU terbukti telah menjadi benteng terkuat sekaligus terdepan dalam menangkal fitnah-fitnah tersebut.
Kalangan elite NU telah mengakui keinginan ormas Islam terbesar itu. Bagi NU, posisi politik NU sangat diperlukan untuk mewujud secara riil. “Tidak ada dukungan politik yang gratis!” ujar Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Timur, KH Agoes Ali Masyhuri (Gus Ali) usai menghadiri Halalbihalal Keluarga Besar Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) di Masjid Al Akbar Surabaya, Rabu (19/6/2019).
Pengasuh Ponpes Bumi Shoawat, Tulangan, Sidoarjo ini bahkan yakin kader NU yang diusulkan akan mengisi pos-pos yang strategis. “Insya Allah akan mendapat posisi yang strategis,” katanya.
Sayangnya, Gus Ali enggan menyebut nama-nama yang akan diusulkan. “Saya ndak berani nyampaikan (nama), ada.. ada. Sebentar lagi ada (nama warga NU yang diusulkan),” katanya sembari menegaskan jika nama-nama yang akan diusulkan sudah dibicarakan di internal NU.
Senada dengan Gus Ali, Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar, yang turut hadir di Halalbihalal yang dihadiri Menteri BUMN, Rini Soemarno itu juga menyebut usulan permintaan jatah menteri itu wajar. “Sesuatu yang wajar kan, dan ndak dilarang. Ya tinggal bagaimana nanti cara dan suatu bentuk komitmen-komitmen yang akan, ya lihat nanti. Tentu kan banyak yang berkeinginan,” kata Kiai Miftah, sapaan KH Miftachul Akhyar.
Namun, pengasuh Ponpes Miftachus Sunnah Surabaya tersebut mengaku kalau pihaknya belum menentukan nama-nama kader NU yang akan diusulkan ke Jokowi, berbeda dengan pengakuan Gus Ali. “Belum!” ujar mantan Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur tersebut.
Sudah Komunikasi dengan Jokowi
Tak sebatas mengusulkan tambahan menteri, Kiai Miftah juga menyebut sudah saatnya kalangan NU menempati pos menteri strategis. “Ya saatnya memang, tetapi ya mudah-mudahanlah hasil,” sebutnya.
Yang menarik perhatian publik, sejumlah nama dari kalangan NU telah beredar dan diisukan bakal menduduki posisi menteri. Sejumlah nama itu di antaranya Ketua PP Muslimat NU, Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid; mantan Ketua Umum Fatayat NU, Ida Fauziyah; serta Ketua Umum PP GP Ansor (salah satu Banom NU), Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut.
Di kabinet Jokowi saat ini, tercatat ada enam menteri dari kalangan NU, yaitu Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi, M Nasir; Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri; Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi; Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo yang menggantikan Marwan Ja’far; selain Menag Lukman. Ma’ruf pun yakin NU bakal mendapat jatah menteri, dengan kemungkinan lebih banyak dari periode pertama Jokowi.
Menurut ulama senior ini sampai sekarang belum ada nama kandidat menteri yang diajukan dari kalangan NU. Dia mengaku telah punya sejumlah nama yang sudah dikantonginya. Namun, saat ditanya soal nama-nama di kantongnya itu, Ma’ruf hanya tersenyum.
Bagaimana dengan partai politik yang selama ini dikenal kental dengan suasana NU, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)? Ketua Dewan Pimpinan Pusat PKB, Abdul Kadir Karding, mengatakan bahwa jatah menteri buat partainya di kabinet Jokowi-Ma’ruf akan berbeda dengan jatah menteri yang diberikan kepada NU.
Pasalnya, menurut dia, PKB dan NU sama-sama bekerja dalam upaya memenangkan pasangan Jokowi-Ma’ruf di pilpres 2019. “Saya kira beda [jatah menteri untuk PKB dan] ya. Kalau ada jatah-jatah pasti beda, karena NU juga bekerja, PKB sebagai partai juga bekerja. Jadi beda,” kata Karding kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat (5/7/2019).
Meski demikian, dia menyerahkan masalah pemilihan sosok yang akan duduk di kursi menteri nantinya kepada Jokowi sebagai pemilik kewenangan.