Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, mewacanakan sertifikasi pernikahan bagi pasangan yang akan menikah pada 2020. Calon pasangan diwajibkan mengikuti pelatihan pranikah terlebih dahulu dan mendapatkan sertifikat sebagai syarat pernikahan. Syarat tersebut bersifat wajib.
Apa tujuannya? Muhadjir menyatakan, sertifikasi bertujuan menekan angka perceraian. Dalam pelatihan, calon pengantin akan diberi materi terkait perekonomian keluarga, kesehatan reproduksi, dan pengasuhan anak.
Menteri Agama, Fachrul Rozi, menyambut baik ide tersebut. Fachrul juga bilang bahwa setiap Kantor Urusan Agama (KUA) wajib menerapkan ide tersebut dengan memberikan bimbingan pranikah yang tersertifikasi kepada calon pengantin. Pasangan calon pengantin harus paham betul dan dinyatakan lulus materi yang diberikan.
Menko Muhadjir mengatakan, lamanya bimbingan diperkirakan butuh waktu tiga bulan. Jadi pengantin perlu ancang-ancang tiga bulan sebelum menikah.
Sementara itu, Deputi VI Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK, Ghafur Dharmaputra, mengatakan bahwa bimbingan sertifikasi diberikan untuk mencetak manusia Indonesia unggul, selain untuk mencegah stunting, bayi lahir cacat, dan lain-lain. Seperti diketahui, stunting memang masih menjadi pekerjaan besar pemerintah Indonesia.
Ghafur menambahkan, pendidikan pranikah diperlukan agar setiap pasangan yang akan menikah dapat mempersiapkan masa depannya dengan baik. Tujuan lain adalah untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan juga pengentasan kemiskinan masyarakat Indonesia.
Pemerintah rencananya akan menyiapkan pemateri yang berasal dari Kementerian Agama dan juga Kementerian Kesehatan. Setiap narasumber akan memberikan materi yang sesuai dengan bidangnya.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin berpendapat bahwa sertifikasi itu penting untuk menekan angka perceraian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun, kata Ma’ruf, setifikasi tersebut bukanlah untuk membolehkan atau melarang pasangan yang akan menikah.
“Supaya ketika mereka menikah itu sudah siap secara mental dan fisik terutama pencegahan stunting,” kata Ma’ruf seperti dikutip Kompas.com.
Urusan Personal
Kendati masih berupa wacana, ide Muhadjir menuai kontroversi di masyarakat. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, mempertanyakan ide pemerintah tersebut, dan menyatakan pemerintah seharusnya tidak ikut campur dalam ranah privat warga negara. Menikah dan persoalan siap atau tidak siap, bagi Marwan, adalah urusan personal setiap warga negara.
Marwan meminta Menko Muhadjir tidak membuat gaduh dengan mengeluarkan wacana sertifikasi pernikahan. Setiap agama tentunya telah memiiki syarat dan juga bimbingan pernikahan bagi calon pengantin. Marwan menilai, adanya sertifikasi justru berpotensi menimbulkan persoalan di kemudian hari. Inilah yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah. Selain itu, apakah dengan adanya sertifikasi tersebut benar-benar menjamin tidak terjadinya perceraian di kemudian hari? Marwan tidak yakin sepenuhnya.
Pemerintah harus mempertimbangkan, bagaimana dengan mereka yang tidak lolos sertifikasi, apakah tetap diperbolehkan menikah atau tidak? Selain itu, bagaimana jika terjadi perceraian dari pasangan yang telah mendapat sertifikat, apakah otoritas serifikat dapat digugat? Marwan meminta Kemenko PMK lebih fokus pada bermasalah sosial dan budaya, bukan mengurusi masalah privat atau pribadi warga negara.
Di sisi lain, aktivis Perempuan Tunggal Pawestri mengatakan setuju dengan wacana tersebut, asalkan materi yang diberikan seputar kesehatan dan juga reproduksi. Namun, Tunggal tetap keberatan bila harus ada sertifikasi sebagai tanda telah lolos mengikuti bimbingan pranikah.
Jika rencana ini terlaksana, pemerintah harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Mulai dari kisi-kisi materi yang diberikan sampai narasumber yang tepat. Pemerintah juga harus membuat target agar aturan baru ini nantinya dapat terlaksana dengan baik.
Tunggal menambahkan, materi yang diberikan juga harus memperhatikan perspektif gender. Jangan sampai materi yang diberikan nantinya justru mempertegas tugas domestik perempuan yang selama ini lekat di masyarakat.
Pemerintah memang harus benar-benar jelas dan memberi pertimbangan yang matang jika wacana tersebut diterapkan. Jangan sampai mempersulit pasangan yang akan menikah. Termasuk juga materi dan narasumber yang kompeten. Sebetulnya bimbingan seperti ini sudah ada sejak lama, tetapi seringkali diabaikan oleh petugas KUA karena tidak adanya petugas dan posisi calon pengantin yang berada di luar kota.
Pemerintah juga harus berkoordinasi dengan pemuka agama sebab setiap agama tentunya punya kriteria bimbingan pranikah. Tujuannya agar tidak tumpang tindih dan lebih efisien penerapannya. Jangan sampai adanya sertifikasi justru membebani calon pengantin dan mempersulit rencana pernikahan seseorang. Selain itu, jangan sampai sertifikasi sekadar formalitas syarat, tetapi penerapan pascamenikah dan menjalankan rumah tangga nol besar.